Pemimpin dunia seperti Umar Bin Khattab, laki-laki yang tegar, tegas dan tidak pernah berbasa-basi dalam kebenaran itu, ternyata sangat sabar dan lembut hatinya. Dan ia pun takluk oleh istrinya.
Sebuah kisah di dalam kitab yang ditulis oleh Asy-Syablanji al Mishri, dalam kitabnya “Nurul Abshar”, dan juga Hasyiyah al Bujairimi,
Dikisahkan bahwa ada seorang laki-laki yang datang ke rumah Umar bin Khattab r.a. hendak menemui Khalifah dan mau mengadu tentang istrinya yang sangat cerewet, istrinya yang seringkali marah-marah.
Begitu sampai di depan rumah Umar, dia hendak mengetuk pintunya, ternyata dia mendengar bahwa istrinya Umar pun sedang marah-marah kepada Umar. Maka laki-laki itu pun pergi. Tentu kita semua tahu apa yang ada didalam hatinya.
Ketika Umar mengetahui ada orang yang hendak menemuinya, Umar lantas keluar dari pintu rumahnya, dan mengejar laki-laki itu dan mengatakan,
“Saudaraku, nampaknya engkau perlu dengan saya?”
Dia mengatakan,
“Iya, saya ingin mengadukan tentang Istri saya yang sering marah-marah pada saya. Tetapi saya juga mendengar Istri anda marah-marah kepada anda. Maka apa gunanya saya mengadu kepada Anda?”
Jawab Umar sangat luar biasa, Umar mengatakan,
“Mengapa saya sabar terhadap istri saya, karena dia adalah orang yang memasakkan makanan saya, dialah yang membuatkan, mengadoni dan memasakkan roti saya, Dialah yang mencucikan pakaian saya, dan dialah yang menyusui anak-anak saya.”
Memasak makanan dan memanggang roti ini bisa diartikan dengan urusan dapur. Mencuci pakaian adalah urusan sumur. Dan menyusui anak bisa diartikan dengan urusan kasur.
Jadi urusan dapur, sumur dan kasur bukanlah urusan yang sederhana.
Tidak kah ini menjadi pelajaran buat para Ibu?
Tidak ini menjadi renungan bagi para bunda?
Bahwa ternyata Dapur, Sumur dan Kasur adalah kemuliaan bagi anda. Hal itulah yang membuat Umar sabar dengan kekurangan Istrinya, bahkan sabar pada saat dimarahi Istrinya.
Dan kalimat penutup Umar kepada laki-laki itu adalah,
“Sabar saudaraku, karena itu hanya sesaat kemudian akan hilang.” Kemarahan yang meluap itu biarkan saja, setelah itu dia akan pergi dan hilang.
Namun berapa banyak hari ini, laki-laki, apalagi dia sebagai kepala rumah tangga yang kemudian melihat kesalahan istrinya, atau melihat istrinya marah, maka ia lebih marah dari pada istrinya. Kalau sudah begitu, yang ini marah yang itu marah, yang ini nyala api dan yang itu pun keluar api, maka apa yang terjadi? Api membakar rumah itu. Dan kalau ini terus berlangsung, maka tidak ada kalimat “Baiti Jannati”, tidak ada “Rumahku Surgaku“, yang ada adalah kapal itu mulai retak, dan hampir-hampir saja mau karam, kalau tidak segera di selamatkan.
Para Ibu, para bunda, mari kita tadaburi ayat ini yang sebenarnya kita khawatir sekali karena ayat ini adalah ayat yang sering kita tolak. Ketika Allah berfirman dengan sangat jelas dalam Surat Al-Ahzab : 33;
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ ۖ وَأَقِمْنَ الصَّلَاةَ وَآتِينَ الزَّكَاةَ وَأَطِعْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ ۚ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِبَ عَنكُمُ الرِّجْسَ أَهْلَ الْبَيْتِ وَيُطَهِّرَكُمْ تَطْهِيرًا
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai ahlul bait dan membersihkan kamu sebersih-bersihnya” (QS Al-Ahzab: 33)
“Wa Qarna fii buyuutikunna“, Menetaplah kalian, di rumah-rumah kalian.
Artinya memang tempatnya wanita dirumah. Ini yang terjadi pada peradaban hari ini, hampir semua wanita digiring keluar dari rumah masing-masing, dengan semua alasannya. Dengan alasan ekspresi Ilmu di masyarakatnya, dengan alasan bahwa wanita juga punya hak yang sama dengan laki-laki dan seterusnya.
Tapi kita lupa, bahwa laki-laki itu tidak sama dengan perempuan.
Maka dari itulah hak dan kewajiban mereka pasti ada yang tidak sama. Karena tidak sama itulah maka Allah yang Maha tahu dan Allah yang meletakkan bahwa ternyata tugas para wanita adalah dirumah mereka masing-masing.
Maka bukankah sudah saatnya, kita dan keluarga kita mulai merenung, mulai mentadaburi, apakah ini salah satu yang menyebabkan keluarga kita bermasalah? apakah ini salah satu yang menjadi faktor mengapa anak-anak kita tidak istimewa?
Ibu, Pulanglah…
Suami mu ingin meneguk bukit telaga cintamu
Ibu, Pulanglah…
Diluar sana, sangat tidak ramah untuk kelembutanmu
Ibu, Pulanglah…
Istanamu menunggu sentuhan surgawimu.
Ibu, Pulanglah…
Calon orang besar, sudah duduk begitu manisnya, siap untuk belajar di madrasahmu.
Ibu, Pulanglah…
Pemimpin masadepan umat ini, dia hanya ingin merasakan tatapan teduh pandanganmu.
Ibu, Pulanglah…
Karena Allah yang memerintahkan para Ibu untuk pulang.
Ibu, Pulanglah…
Sebelum semuanya terlambat!
Sumber : Parenting Nabawiyyah: Ibu Pulanglah..
Leave a Reply