Membincangkan pendidikan seksualitas pada anak memang gampang-gampang susah. Sudah pasti susah jika kita tidak punya ilmunya. Mau menjawab, takut salah. Tidak menjawab juga anak penuh rasa ingin tahu.
Tapi apakah iya sesulit itu?
Ustadzah Herlini Amran, Lc, MA, mengatakan bahwa pendidikan seksualitas atau dalam terminologi Islam yang disebut dengan “tarbiyah jinsiyah”, berakar dari pendidikan Islam, yang didasari akan konsep tauhid. Artinya, di situ ada nilai tauhid yang ditanamkan, ada akhlaq dan adab yang diajarkan, dan semua ini bersumber dari pondasi aqidah yang kuat.
Lalu bagaimanakah sebenarnya Islam memandang seks dan pendidikan seksualitas ini? Apa yang seharusnya kita sebagai orangtua lakukan saat anak-anak bertanya?
Seks atau syahwat dalam islam adalah bagian dari fitrah. Ia melekat, namun perlu dikendalikan agar tak liar, persis seperti menunggang kuda. Penyalurannya pun hanya melalui gerbang akad pernikahan, atau, kendalikan saja dengan berpuasa dan sebagainya. Maka pelajarilah ilmu, terlebih saat kita harus mendidikkanya pada anak-anak.
Membahas seksualitas bukanlah berarti membahas bersama anak tentang bagaimana hubungan suami-istri dan sebagainya, karena hanya akan memancing ketertarikan anak tanpa tahu manfaatnya (terkecuali bagi yang akan menikah atau untuk keperluan ilmu kedokteran). Dan jika kita berkaca dari Al Qur’an, ia tidak pernah membahas sesuatu secara vulgar. Seyogyanya kita sebagai muslim mengikuti bagaimana cara Qur’an berkomunikasi.
Maka sesungguhnya dalam pendidikan seksualitas, yang perlu orangtua lakukan adalah menguatkan iman yang membuahkan akhlaq dan adab sehari-hari, agar anak tahu bagaimana bersikap dan bertindak dengan benar. Tarbiyah jinsiyah atau pendidikan seksualitas adalah pendidikan akhlaq, yang memiliki panduan tersendiri dalam Islam. Jika anak beriman pada Rabb-nya, yakin bahwa Ia Maha Melihat dan Mengawasi, maka ia akan tunduk kepada aturan yang Allah dan Rasul ajarkan. Dan disinilah pendidikan seksualitas bisa masuk secara efektif.
Berikut ini beberapa poin yang bisa kita cermati :
-
Ajari Anak tentang Konsep Aurat
Aurat adalah hal yang harus ditutupi dan menimbulkan malu jika dilihat. Tentu saja hal ini akan menimbulkan perbedaan dan perdebatan bagi masyarakat awam yang tak paham bagaimana syariat Islam mengatur batasan tentang aurat. Meski belum wajib bagi anak-anak untuk menutup auratnya dengan sempurna, namun tetap perlu kita ajarkan apa saja bagian tubuh mereka yang tergolong aurat dan harus ditutupi. Bahkan menurut ustadzah Herlini, aurat bayi (qubul dan duburnya) juga perlu ditutupi. Maka upayakanlah agar tak terlihat oleh selain mahromnya. Aurat ini bahkan sebaiknya dijaga sedari dini dari kakak dan adiknya.
-
Pisahkan Tempat Tidur Anak Laki-laki dan Perempuan
Rasulullah saw bersabda, “Perintahkan anak-anak kalian shalat pada usia 7 tahun, pukullah mereka jika meninggalkannya pada usia 10 tahun dan pisahkan di antara mereka tempat tidurnya. (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dihasankan oleh An Nawawi dalamRiyadhus Shalihin dan Al Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud).
Dari hadits ini Rasulullah saw memerintahkan agar para orangtua memisahkan tempat tidur anak-anak, yaitu anak laki-laki dan perempuan di usia 10 tahun. Hal ini disebabkan syahwat mereka mulai berkembang dan perlu diberi batasan-batasan.
Rasulullah juga melarang agar sesama wanita/sesama pria tidak tidur dalam satu selimut.
Dari Abu Said Al-Khudri dari bapaknya bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda: “Janganlah pria melihat aurat pria yang lain dan janganlah seorang wanita melihat aurat wanita yang lain, dan janganlah pria berkumpul dengan pria lain dalam satu selimut, dan janganlah wanita berkumpul dengan wanita lain dalam satu selimut”. (HR. Muslim dan at-Tirmidzi).
-
Jelaskan Adab Kesopanan
Adab kesopanan terkait pendidikan seksual adalah menjaga rasa malu meski di hadapan orangtua, kakak maupun adik. Ajarkan pula agar adik dan kakak tidak mandi bersama-sama untuk menjaga penglihatan mereka dari aurat.
-
Ajarkan Adab Minta Ijin dalam Rumah Tangga
Termasuk di antaranya adalah mengucapkan salam ketika hendak masuk rumah, berdiri di sisi samping pintu dan tidak mengintip.
“Apabila Rasulullah saw mendatangi rumah orang, beliau tidak berdiri di depan pintu, akan tetapi di samping kanan atau kiri, kemudian beliau mengucapkan salam “assalaamu’alaikum, assalaamu’alaikum”, karena saat itu rumah-rumah belum dilengkapi tirai” (HR. Abu Dawud)
Sementara itu, untuk etika dalam rumah, anak-anak perlu kita ajarkan untuk meminta ijin ke kamar orangtua terutama di 3 waktu. Allah swt berfirman dalam Al Qur’an,
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepadamu tiga kali (dalam satu hari), yaitu sebelum shalat Shubuh, ketika menanggalkan pakaian (luar)mu, ditengah hari dan sesudah salat Isya’. Itulah tiga aurat bagimu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak pula atas mereka selain (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebagian kamu (ada keperluan) kepada sebagian (yang lain). Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat bagi kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin, seperti orang-orang sebelum mereka memeinta izin.” (QS. An Nur :58)
3 waktu ini merupakan waktu aurat, karena sering terbuka aurat pada waktu-waktu seperti itu. Maka ajarkanlah anak-anak kita baik yang belum baligh maupun telah mencapai baligh agar menegakkan adab ini.
-
Tanamkan Jiwa Feminin pada Anak Perempuan dan Jiwa Maskulin pada Anak Laki-laki
Allah berfirman, ”Dan laki-laki tidaklah sama seperti perempuan”(QS. Ali Imran: 36). Maka para orangtua perlu memperkenalkan identitas seksual anak dan mengajarkannya agar bersikap dan berperilaku sesuai jenis kelaminnya tersebut. Berikan mainan yang sesuai identitasnya, misalkan boneka untuk anak perempuan dan robot untuk anak laki-laki. Begitu pula dengan cara berpenampilan, ajarkan pada anak bahwa pakaian laki-laki berbeda dengan perempuan. Selain itu telah jelas pula larangan dari Rasulullah saw dalam haditsnya, “Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (shahih HR. Ahmad). Demikian pula dalam cara berpakaiannya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita, begitu pula wanita yang memakai pakaian laki-laki” (shahih HR. Ahmad)
Waspadai pula tayangan-tayangan berisi pria yang berlaku seperti perempuan, karena berbohong tidaklah diperbolehkan meski hanya bercanda.
Di poin ini penting juga untuk kita cermati agar para ayah memperhatikan anak lelakinya dan memberikan teladan sebagai seorang laki-laki. Demikian pula para ibu agar memberikan pendidikan dan menjadi teladan bagaimana semestinya perempuan tampil dan bersikap. Kedekatan dan keteladanan yang dibangun sedari dini akan sangat menentukan kesuksesan anak-anak di masa balighnya kelak, dan mencegah terjadinya penyimpangan identitas seksual.
(bersambung)