Kisah Ummu Haram Bin Milhan

Ketika manusia hidup dalam kejahiliyahan. Ia berada dalam kondisi buruk yang kian bertambah. Sementara para pemilik hati nan hidup dan fitrah nan lurus merindukan tali penyelamat yang akan memindahkan umat manusia dari kejahiliyaan menuju kehidupan nan bersih, tenang, lagi tenteram bagi hati.

Mereka mendapatkan janji bahagia, karena mentari Islam terbit di atas bumi Jazirah, menyinari belahan timur dan barat bumi. Para pemilik hati nan hidup pun memenuhi panggilan kebenaran, sementara mereka yang berpenyakit hati berpaling dari cahaya yang melenyapkan kelamnya kejahiliyian, mengalihkan umat manusia dari kotoran-kotoran kesyirikan dan kekafiran menuju cahaya-cahaya tauhid dan iman.

Ia adalah shahabat wanita mulia. Ia termasuk salah seorang wanita Anshar yang lebih dulu melakukan kebajikan, dan termasuk salah satu barisan terdepan wanita yang memproklamirkan keislaman sebelum Rasulullah berhijrah.

Ia adalah Ummu Haram bin Milhan bin Khalid, Al-Anshariyah An-Najjariyah Al-Madaniyah, yang masuk Islam dan berbaiat kepada Rasulullah. Ia adalah satu dari sejumlah wanita mulia yang memiliki kedudukan agung. Dialah wanita yang meninggal di lautan sebagai syahid yang jiwanya merindukan surga Ar-Rahman. Kemudian Ash-Shadiqul  Mashduq pun menyampaikan kabar gembira kepadanya, yakni mati syahid di jalan Allah.

Pohon Nan Mendekap Bintang-Bintang Orion

Ummu Haram adalah saudari Ghumaisha’ (Ummu Sulaim) keduanya termasuk wanita-wanita yang dijanjikan surga. Ia adalah bibi shahabat mulia, Anas bin Malik, yang memenuhi seluruh dunia dengan keharuman hadits Nabi. Anas meraih keutamaan agung yang tak tertandingi dunia dengan seluruh isinya, karena ia adalah pelayan Rasulullah.

Ia juga saudari ksatria syahid; Haram dan Sulaim, keduanya anak Milhan yang juga ayah dari Ummu Haram. Keduanya ikut serta dalam perang Badar dan Uhud. Keduanya gugur sebagai  syahid dalam peristiwa Bi’ru Ma’unah.

Ia juga ibu Qais bin Amr bin Qais. Suaminya, Amr bin Qais bin Zaid keduanya ikut serta dalam perang Uhud dan sama-sama gugur di sana.

Betapa mulianya pohon penuh berkah ini yang ranting-rantingnya mendekap bintang-bintang orion. Mereka adalah keluarga terhormat karena iman, keluhuran, kemuliaan, dan pengorbanan mereka berikan demi mengabdi agama Allah.

Penantian dan Kerinduan

Setelah Ummu Haram masuk Islam, iman menyentuh relung hati. Ia bersama penduduk Madinah lain, selalu menantikan hari di mana Rasulullah berhijrah ke Madinah lain, selalu menantikan hari di mana Rasulullah berhijrah ke Madinah Al-Munawwarah agar cahaya imannya kian terang.

Rasulullah pun memasuki Madinah. Kaum muslimin berkumpul di sekitar beliau; mempelajari segala kebajikan meniru perilaku serta akhlak beliau.

Ummu Haram menjalani hari-hari terindah sepanjang hidup dalam rentang waktu yang takkan pernah terulang sepanjang sejarah itu. Inilah masyarakat yang dididik langsung oleh Nabi agar mengatakan kepada seluruh dunia, “Inilah Islam, dan mereka inilah kaum muslimin, Siapa yang bisa mendatangkan generasi seperti generasi ini, maka datangkanlah!”

Ummu Haram hidup di awal-awal Islam di antara orang-orang terbaik setelah para nabi dan rasul. Mereka adalah para shahabat lelaki dan perempuan Rasulullah yang memiliki segala kebaikan.

Menikah Seorang Lelaki yang Setara dengan Seribu Lelaki

Hari-hari berlalu sementara Ummu Haram kian membumbung tinggi dengan keimanannya seiring dengan perjalanan waktu, hingga tibalah hari dimana Allah memberinya seorang suami  yang disebut-sebut Umar bin Al-Khatthab, “Ia setara dengan seribu lelaki.” Ia adalah Ubadah bin Shamit.

Kala kaum muslimin hendak menaklukkan Mesir, Amr bin Ash bergerak ke sana bersama pasukan besar. Namun saat tiba di Mesir, Amr bin Ash melihat banyaknya jumlah pasukan bersenjata Mesir dan Romawi. Ia kemudian meminta bala bantuan kepada Umar bin Al-Khatthab .

Umar memenuhi permintaan Amr dan langsung mengirim pasukan bantuan berkekuatan 4.000 personil. Umar mengirim surat kepadanya, “Aku mengirim 4.000 pasukan. Setiap seribu pasukan di antaranya dipimpin seseorang yang nilainya sama seperti seribu prajurit.”

Dan Ubadah bin Shamit adalah salah satu di antara empat komandan pasukan tersebut.

Ubadah bin Shamit menikahi Ummu Haram. Lalu darinya, Ummu Haram melahirkan Muhammad bin Ubadah bin Shamit. Ubadah mengetahui nilai dan kedudukan Ummu Haram. Ubadah adalah suami terbaik bagi Ummu Haram. Sebaliknya, Ummu Haram adalah istri terbik bagi Ubadah. Keduanya hidup dalam luasanya iman dan tauhid.

Renungan Bersama Suami Mulia

Ubadah bin Shamit adalah suami dari Ummu Haram, Ia adalah ksatria militan yang merupakan salah seorang pemimpin Khajraj. Sebab ayahnya adalah Shamit bin Qais Al-Khajraji dan ibunya adalah Quuratul’ Ain binti Ubadah.Saudaranya adalah Aus bin Shamit yang menikah dengan Khaulah binti Tsa’labah.

Risalah turun kepada Rasulullah untuk menyelamatkan manusia dari kelamnya kejahiliyaan dan kekafiran menuju cahaya tauhid dan iman. Pada Baiatul Aqabah kedua, Ubadah termasuk di antara mereka yang bersegera berbaiat kepada Rasulullah. Ia kemudian menjabat tangan Nabi untuk melangsungkan baiat penuh berkah yang takkan pernah terulang sepanjang masa itu.

Saat baiat berlangsung, Nabi menginginkan mereka menunjuk 12 pemimpin untuk memimpin kaum masing-masing dan memikul tanggungjawab untuk melaksanakan butir-butir baiat. Ubadah termasuk salah satu pemimpin Khajraj yang dipilih.

Saat Rasulullah berhijrah, Ubadah riang bukan kepalang hingga tak mampu dilukiskan dengan kata-kata. Ubadah sangat mencintai beliau, hingga menguasai akal dan hatinya. Ubadah menghadiri seluruh peperangan bersama Rasulullah dan memberikan pengorbanan terbaiknya di sana. Ia berperang layaknya orang yang menginginkan dan meridukan mati syahid, layaknya kerinduan orang yang mencari setetes air di tengah padang pasir.

Keutamaan-Keutamaan Ummu Haram

Ummu Haram memiiliki keutamaan-kutamaan yang merupakan berkah dan kemuliaan. Di antaranya, ia menghafal dan memahami hadits Rasulullah, dan meriwayatkan lima hadits dari beliau. Di antaranya ditakhrij dalam kitab Shahihain, satu di antaranya disepakati shahih.

Haditsnya diriwayatkan suaminya, Ubadah bin Shamit, Anas bin Malik, Umair bin Aswad, Atha’ bin Yasar, Ya’la bin Syaddad bin Aus, dan lainnya.

Di samping memiliki banyak keutamaan, Ummu Haram juga rela berkorban, lebih mementingkan  Rasulullah, dan senatiasa melayani beliau setiap kali beliau berkunjung. Murah hati dan itsar termasuk sifat-sifat kaum Anshar yang lebih mementingkan orang lain daripada diri sendiri, khususnya terhadap kaum Muhajirin di antara para shahabat Rasulullah.

Ini tentu saja menunjukkan jwa mereka bersih dari segala kotoran dan perhiasan dunia, menunjukkan kekuatan ruhani, dan jauh dari sifat kikir. Sebab, sifat yang satu ini merupakan penyakit yang sama sekali tidak membuahkan kebaikan.

Kedudukan di Hati Rasulullah

Di hati, Rasulullah menaruh hormat padanya. Beliau memuliakannya dan sering berkunjung ke rumahnya di Quba. Ia termasuk wanita mulia. Bahkan, ketika pergi ke tempatnya yang juga tempat saudarinya, Ummu Sulaim, Nabi menyempatkan  diri untuk tidur siang di sana.

Diriwayatkan dari Anas, “Rasulullah masuk ke kediaman kami. Yang ada di rumah hanya beliau, aku, ibuku, dan bibiku (Ummu Haram). Beliau kemudian bekata, ‘Bangunla, aku akan mengimami kalian shalat.’ Beliau kemudian mengimami kami shalat di luar waktu shalat (wajib)’.”

Setiap kali Rasulullah pergi ke tempat mereka, beliau selalu menyempatkan untuk mendoakan kebaikan dunia dan akhirat untuk mereka.

Diriwayatkan dari Anas, ‘Rasulullah berdoa untukku, beliau mengucapkan, ‘Ya Allah! Perbanyaklah harta dan anaknya, dan panjangkan umurnya. ‘Demi Allah, Allah memperbanyak hartaku, hingga pohon anggur milikku berbuah dua kali dala setahun, dan aku memiliki 106 anak’.”

 Kabar Gembira Mati Syahid di Jalan Allah

Dari lubuk hati paling dalam. Ummu Haram berharap dapat terus memberikan pengabdian dan membela agama ini, meski harus dengan mengorbankan nyawa.

Ia berharap Allah memberinya mati syahid di jalan-Nya. Tanpa diduga, berita gembira itu terucap dari mulut Ash-Shadiq yang tiada berbicara berdasarkan haawa nafsu. Rasulullah menyampaikan kabar gembira kepadanya bahwa ia akan mati syahid.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Bibiku, Ummu Haram bercerita kepadaku bahwa suatu ketika Rasulullah tidur di rumahnya, setelah itu beliau bangun lalu tersenyum. Aku (Ummu Haram) bertanya, ‘Apa yang membuatmu tesenyum?’ Beliau menjawab, ‘Sekelompok orang dari umatku diperlihatkan kepadaku, mereka mengarungi lautan laksana raja-raja duduk di atas kasur.’  Ummu Haram kemudian berkata ‘Bedoalah kepada Allah agar menjadikanku termasuk di antara mereka.’ Beliau menjawab. ‘Kau termasuk golongan yang pertama.’  Ia kemudian dinikahi Ubadah bin Shamit. Ubadah kemudian pergi berperang di lautan dengan mengajaknya. Sepulang dari peperangan, bighal (keturunan keledai dan kuda) didekatkan kepada Ummu Haram untuk ia tunggangi. Hewan tersebut menjatuhkan hingga lehernya patah, ia pun meninggal dunia’.”

Teguh Memegang Prinsip

Hari-hari terus berlalu, sementara Ummu Haram tetap berdampingan dengan cahaya Al-Qur’an dan Sunnah. Ia tetap beribadah, puasa, dan shalat malam hingga tibalah saat yang membuat hati menangis darah, bukannya air mata. Hari ketika Rasulullah meninggal dunia, hingga dunia dengan seluruh isinya terasa sempit, termasuk Ummu Haram. Ummu Haram dirundung kesedihan mendalam atas kematian Rasulullah hingga nyaris menyayat hatinya.

Sepeninggal Nabi, Ummu Haram tetap beribadah kepada Allah, dan terus mencari mati syahid seperti yang pernah Rasulullah sampaikan  kepadanya. Hingga tibalah hari terwujudnya mimpi Rasulullah tersebut.

Kabar Gembira Surga dan Meraih Mati Syahid

Ummu Haram duduk mengingat kata-kata Nabi padanya kala bersabda, “Pasukan pertama di antara umatku yang mengarungi lautan telah mewajibkan,”  maksudnya surga wajib bagi mereka. Ummu Haram berkata, “Wahai Rasulullah, aku termasuk di antara mereka?’ ‘Kau termasuk di antara mereka,”  jawab beliau.

Ummu Haram akhirnya mengarungi lautan bersama sang suami, Ubadah bin Shamit. Sepulang dari peperangan, bighal  didekatkan kepadanya untuk ia tunggangi, ia tejatuh hingga lehernya patah. Ia pun meninggal dunia, kemudian dimakamkan di kepulauan Cyprus. Makamnya terdapat di Cyprus, di sebuah tempat bernama “makam wanita saleha”.

Anehnya makam Ummu Haram dijadikan penduduk Cyprus untuk mengais berkah. Imam Adz-Dzahabi berkata,”Saya dengar, makamnya diziarahi orang-orang Eropa.”

Abul Hasan bin Atsir dan lainnya menyebut kisah peperangan ini. Mereka mengatakan, perang ini adalah perang Qubruz. Ummu Haram dimakamkan di sana. Pemimpin pasukan ini adalah Mu’awiyah bin Abu Sufyan di masa khilafah Utsman bin Affan. Abu Dzar, Abu Darda dan para shahabat lain ikut bersamanya. Peristiwa ini terjadi pada tahun 27 Hijriyah. Itulah kisah tentang Ummu Haram, wanita penyabar yang dijanjikan surga.

Sumber kisah : Buku 35 Sirah Shahabiyah Rasul


Posted

in

by

Tags: