Sepeninggal suami kedua Khadijah Ra para bangsawan Quraisy silih berganti datang untuk meminang beliau, berniat akan menjadi istri. Khadijah memang bukanlah wanita biasa, ia adalah saudagar yang kaya raya. Kita bisa bayangkan betapa besar kekayaannya, kafilah dagangnya saja setara dengan seluruh kafilah dagang milik Quraisy.
Selain memiliki kesuksesan di bidang perniagaan, Khadijah juga memiliki berbagai keunggulan lain diantaranya adalah beliau memiliki kecerdasan di atas rata, memiliki akhlak yang mulia dan juga sangat menjaga kehormatan dirinya. Hingga beliau disebut sebagai Ath-Thahirah yang artinya adalah wanita suci.
Tentu kita bisa membayangkan wanita dengan kualitas seperti ini tentu memiliki standar yang tinggi terutama saat memilih calon suami. Tapi, ternyata Khadijah Ra memilih Muhammad sebagai calon suaminya, seorang anak muda yang terpaut usia 15 tahun lebih muda darinya dan memiliki harta jauh di bawah Khadijah. Bahkan ketika ditanyakan kenapa belum menikah oleh Nafisah sahabat Khadijah, dengan jujur Muhammad menjawab “Aku tidak punya apa-apa untuk menikah,”
Disinilah kita penasaran, kira-kira apa yang menjadi alasan utama bagi Khadijah memilih Muhammad Saw sebagai istrinya ? Harapannya alasan ini bisa juga menjadi secarik inspirasi bagi kaum muslimah lainnya dalam menentukan pilihan calon suaminya nanti.
Setelah menelusuri kisah kehidupan Bunda Khadijah Ra, kami menemukan setidaknya ada 5 alasan Khadijah Ra memilih Muhammad Saw sebagai suaminya.
1. Ketika Khadijah Ra sangat meyakini impiannya
Jauh sebelum mengenal sosok Muhammad, Khadijah sudah pernah menikah dua kali. Suaminya yang pertama adalah Abu Halah bin Zararah at-Taimi. Setelah suaminya yang pertama ini meninggal Khadijah menikah lagi untuk kedua kalinya dengan seorang pemimpin Quraisy yang cukup terhormat, ia adalah Utaiq bin Abid bin Abdullah Al-Makhzumi. Dan pernikahan ini pun tak bertahan lama.
Sejak awal menikah, hingga ia menjanda sebenarnya Khadijah menyimpan satu mimpi dan harapan dalam lubuk hatinya yang terdalam. Memang mimpi itu belum dicapainya dan selalu gagal untuk dicapainya, tetapi ia yakin suatu saat nanti akan merengkuh dan memeluk impiannya tersebut.
Menjadi istri dari seorang pemimpin di tengah-tengah kaumnya, itulah mimpi Khadijah Ra. Hingga suatu ketika ia dalam nyenyaknya tidur di malam hari bermimpi matahari besar turun dari langit Mekah dan berada di dalam rumahnya, memenuhi seluruh sisi rumah dengan cahaya dan keindahan. Cahaya dari dalam rumah memancar ke sekelilingnya hingga menyilaukan jiwa sebelum menyilaukan pandangan karena sangat terang.
Saat terbangun dari tidurnya, pikirannya lansung terhubung dengan apa yang baru saja dimimpikannya. Bingung dengan mimpinya, Khadijah datang menemui sepupunya Waraqah bin Naufal. Berharap ia menemukan jawaban dari makna tersirat di balik mimpinya.
Singkat cerita Waraqah bin Naufal mencoba memberi penjelasan perihal makna dari mimpi Khadijah, ia menuturkan “Bergembiralah wahai saudara sepupuku ! Jika Allah membenarkan mimpimu, cahaya nubuwah akan masuk ke dalam rumahmu, dan dari sana cahaya penutup para nabi akan memancar.”
Khadijah pun merasa sangat bahagia mendengar tafsiran mimpi yang dikabarkan oleh sepupunya tersebut. Hari-harinya pun kembali penuh semangat, penuh harapan. Ia yakin suatu ketika mimpinya benar-benar akan menjadi kenyataan, memiliki suami seorang pemimpin di kaumnya bahkan dalah seorang Nabi terakhir.
Ketika ia memiliki kejelasan impian ini, dan terangnya harapan dalam diri. Maka setiap ada lelaki Quraisy yang ingin menikahinya ia mengukur lelaki tersebut dengan mimpi yang ia alami serta juga berbagai penafsiran yang didengarnya dari Waraqah bin Naufal.
***
Sahabat muslimah, anda semua bisa mengambil hikmah berharga dari kisah Khadijah Ra ini. Beliau memiliki mimpi yang kuat, ia bisa menjelaskan seperti apa laki-laki yang diidamkannya. Ketika ia memiliki impian ini, maka itu akan menjadi tolak ukur baginya ketika menerima atau menolak pinangan dari laki-laki lain.
Ini tentu anda bisa lakukan, anda bisa bisa menetapkan jauh-jauh hari seperti apa laki-laki yang anda harapkan untuk menjadi suami nanti. Akan lebih baik lagi saat menetapkan ini musyawarahkan juga dengan orangtua, adik , kakak serta kerabat dekat lainnya. Sebagaimana Khadijah Ra juga selalu menceritakan dan mendiskusikan harapannya dengan sepupunya Waraqah bin Naufal atau juga dengan sahabatnya Nafisah binti Munabbih.
Memiliki impian seperti ini akan membantu kita dalam menemukan jodoh terbaik, tidak hanya menurut diri kita pribadi tetapi juga bagi segenap keluarga yang lain.
2. Kejujuran Muhammad Saw
Alasan kedua Khadijah Ra memilih Muhammad Saw adalah karena kejujurannya. Sikap jujur dalam diri Muhammad tidak perlu diragukan lagi, tidak hanya bagi keluarganya bahkan orang-orang di tengah kaumnya mengakui akan hal ini. Muhammad Saw mendapat julukan Ash-Shadiqul Amin (Lelaki jujur lagi terpercaya).
Hikmah berharga yang bisa kita ambil adalah memahami kalau kejujuran sangat dibutuhkan dalam membangun mahligai rumah tangga. Hari ini banyak kita melihat rumah tangga yang berakhir dengan perceraian lantaran tidak ada kejujuran di dalamnya. Suami tidak jujur pada istri, begitu juga istri tidak jujur pada suami. Sementara salah satu pondasi membangun rumah tangga utuh adanya sikap saling percaya.
Maka sangatlah baik, jika hal ini perlu kita masukkan sebagai syarat utama bagi pasangan nanti. Khususnya bagi wanita ketika memilih calon suami, pilihlah yang jujur.
3. Sikap amanat yang dimiliki oleh Rasulullah Saw
Satu lagi sikap mulia yang dimiliki oleh Muhammad Saw dan menjadi alasan utama bagi Khadijah untuk memilihnya sebagai suami adalah sikap amanah. Muhammad Saw adalah pribadi yang amanah, yang itu sudah terbukti ketika ia diberi amanah menjajakan barang dagangan Khadijah ke syam. Sikap amanah Muhammad juga terlihat tatkala terjadi perselihan antar suku kaum Quraisy perihal siapa yang paling pantas untuk mengangkat batu hajar aswad. Sebagai solusi akhir Muhammad diberi amanah untuk menyelesaikan masalah ini dan ia pun memberikan solusi bijak atas permasalahan ini.
Istri adalah amanah dari Allah Swt, anak juga amanah dari Allah. Maka sudah selayaknya seorang suami adalah pribadi yang amanat. Mampu dan mau menjalankan amanah yang diberikan padanya. Ia sadar kalau setiap amanah yang diberikan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt kelak.
4. Ahli dalam berdagang
Alasan ke-empat Khadijah memilih Muhammad Saw adalah karena beliau ahli dalam berdagang. Muhammad Saw membuktikan kepiawainnya berdagang saat diberi amanah oleh Khadijah menjajakan barang dagangannya ke syam. Ketika sampai di Syam Muhammad berhasil menjual sampai habis barang dagangan Khadijah, dan beberapa bagian dari keuntungan dibelanjakan lagi oleh beliau untuk membeli barang-barang di syam lalu menjualnya lagi kepada penduduk Mekah. Dengan sistem seperti ini tentu mendapat keuntungan berlipat.
Jika dibawa pada masa sekarang memilih suami yang pandai berdagang sangat penting terlebih lagi semakin kesini persaingan dalam memperoleh pekerjaan semakin ketat. Dibutuhkan pribadi-pribadi berani, kreatif dan siap dengan segala resiko berdagang. Memilih suami yang memiliki kepiawaian dalam berdagang tentu akan memberi dampak baik pada keluarganya.
5. Memiliki Nasab Terhormat
Muhammad Saw terlahir dari keluarga Bani Hasyim, salah satu suku terhormat di Mekah. Dulu kakeknya Abdul Muthalib adalah sosok yang sangat disegani di kota Mekah hingga diberi amanah untuk menjaga ka’bah. Begitu juga dengan paman-pamannya yang lain, juga orang-orang terhormat dan disegani di kota Mekah.
Memilih suami dengan dengan nasab terbaik bukan berarti melihat seseorang dari keturunan dan kehormatannya. Akan tetapi hanya untuk memastikan kalau laki-laki tersebut memperoleh pendidikan terbaik dari orangtuanya dan orangtuanya juga memperoleh pendidikan serta pengasuhan terbaik dari kakeknya. Harapannya tentu sikap dan perilaku baik ini akan terbawa dalam dirinya dan juga suatu saat nanti akan diwariskan pada anak-anaknya.
Begitulah beberapa alasan Khadijah Ra memilih Muhammad Saw sebagai suaminya. Semoga tulisan sederhana ini menjadi inspirasi bagi sahabat semua ketika memilih pasangan hidup.